Senin, 14 Januari 2013

Hati-hati, Ukhti .. Jaga Jilbabmu

Terkadang kita (para akhwat) tak menyadari ketika sedang membicarakan seorang saudari, tercetuslah nada sinis, “Jilbabnya pendek”, “Dia suka baca-baca tentang filsafat”, “Kalau ngomong sama dia itu harus dengan keras juga karena kalau lembut nanti nggak didengerin”. Ukhti, merinding aku mendengar kata-kata itu dari lisanmu. Seolah jilbabnya menghalangimu pandanganmu dari hatinya. Apakah kau bercermin ketika membicarakan aibnya? Apakah engkau tak pikir persepsi akhwat lain yang mendengar ceritamu tentangnya? Engkau tahu ukuran jilbabnya tapi pernahkah kau melihat sorot matanya ketika menggambarkan da’wah? Bagaimana getaran suaranya yang begitu penuh haru. Engkau menghafal Qur’an ukhti, namun begitu fasih menggibah akhwat yang berbeda harokah denganmu, tilawahmu berjuz-juz tapi senang memperolok-olok kelemahan saudarimu. Ia memang membaca filsafat, tak sepertimu, yang senang dengan film dan artis Korea. Engkau menilai seorang akhwat sinis karena ia lebih suka mengatakan kebenaran daripada harus bermanis menjerumuskan, sedangkan engkau, lebih suka membicarakan saudarimu di belakang dengan alasan tidak bisa menyampaikannya atau bahkan kau ungkap di forum sehingga ia tak berkutik lagi menghadapimu yang memojokkannya. Engkau tak suka akhwat yang bersikap “dingin” karena menjaga diri, namun engkau? Tertawa lepas di depan ikhwan. lantas, ketika ia jatuh tersungkur, dengan mudah kau berkata,