Kamis, 26 Juli 2012

Kala Ramadhan Mengubah Berita Menjadi Cerita ~ Cerita Pendek

oleh Nisrina Nur Fauzia pada 26 Juli 2012 pukul 21:23 ·

                Senja hampir tenggelam dan langit perlahan mulai berubah warna seperti arang. Gelap. Pekat. Tanah di pekarangan rumah kontrakanku masih basah habis diguyur hujan. Sisa air menggenang di atas permukaan tanah. Jejak hujan masih meninggalkan dingin di kaca jendela. Di kontrakan kini aku sendiri, karena hanya ada 3 orang. Temanku pergi bersama kekasihnya malam ini, malam Minggu. Aku hanya termenung meratapi semua jerih payahku. Meski tak ku ucap secara langsung, tetapi serasa aku benar-benar mengeluh. “Sarah ..” suara Aida mengagetkanku. “Aida .. kamu masih di rumah?” tanyaku. “Iya, kamu kan tau sendiri, aku nggak mau pacaran. So, aku Cuma jaga kontrakan dari tadi.” Jelasnya. Punya pacar atau tidak, akankah hidupku akan seperti ini terus..?? “Sarah ... kenapa sedih gitu sih..??!” Aida membuyarkan lamunanku. “Cerpenku tak diterima lagi. Aku harus berusaha bagaimana lagi..? Sudah hampir 3 bulan, Da..” “Sabar, Sarah .. Semua pasti ada jalan. Lagian, ini mau masuk bulan puasa kan.? Jadikan ini sebagai momen terpenting.” Kata Aida seraya meninggalkanku. Sejujurnya aku tak mengerti apa yang di ucapkannya. “Sebagai momen terpenting?” tanyaku dalam hati.

###



                Angin berhembus dari tirai jendela, seakan menyapaku pagi ini. Hari ini hari ketiga puasa ramadhan. Hari ini hari libur kuliah. Dan seakan tak pernah ada keluhan yang terucap dari temanku, Aida. Meski musim kini kadang panas kadang pun dingin, nampak tak terkendali kembali. “Ooh.. tidak-tidak.. Allah lah yang mengendalikan musim..” bantahku dalam hati. “Sarah ..” suara Zahra terdengar memanggilku dari dalam kamar. Aku pun bergegas masuk. “Aida mau bicara sama kamu.. Aku tinggal dulu ya?” Aku hanya mengangguk, bingung, apa yang akan ia katakan lagi padaku. “Sarah .. apa kegiatanmu akhir-akhir ini?” Aida membuka dialog kami. “Hanya menulis..menulis..dan menulis cerpen.” “Tanpa ada yang kau kirim ke media?!” tanya Aida dengan nada tinggi. Aku tak berani membalasnya dengan suara tinggi pula. “Tak ada.” Jawabku singkat. “Taukah kau, saudariku. Ketika kau dapat memodifikasi cerpen menjadi suatu bacaan dengan gaya yang berbeda. Kau akan menjadi cerpenis terkenal. Aku tinggal dulu.” Lagi-lagi ia mengatakan suatu hal yang belum kumengerti. Ya Allah .. berikan rahmat-Mu di Bulan Ramadhan ini untukku. Mungkin, cerpen yang kukirim kebanyakan hanya bertema cinta, sahabat pokoknya hal-hal seperti itu. “Inspirasi..!! Aku membutuhkannya..” kataku semangat. “Ooh, iya, Sarah. Bagaimana jika berita kau jadkan cerpen?” kata Aida dan langsung pergi meninggalkanku. “Berita jadi cerpen?” pikirku.



                Tengah malam .. Tak dapat tidur karena memikirkan kalimat Aida. “Berita .. cerpen .. berita jadi cerpen.. berita dibuat cerpen..?? Bagaimana bisa..??!!” aku seakan terbawa emosi karena tak begitu memahami kalimat Aida. “Memodifikasi .. Mengambil suatu berita lalu dijadikan cerpen .. Yah..!! Itu maksud Aida..” Aku kegirangan memikirkannya. “Kali ini aku bisa tidur. Persiapan kuliah besok.”



                Jam 8 pagi .. Aku pun berangkat kuliah bersama kedua temanku. Aida dan Zahra. Kami hanya diam karena tidak tau apa yang akan kita bicarakan. Sampainya di kampus aku langsung menuju perpustakaan. Aida dan Zahra pun heran melihat tingkahku. Aku ke perpus bukan untuk meminjam buku atau apa. Hanya ingin mencari ketenangan dalam menggarap cerpenku yang kesekian kalinya. Aku tak peduli aku harus absen atau tidak. Jika cerpenku ini jadi, maka aku akan bisa mengikuti mata kuliah dengan penuh konsentrasi. Tapi, jika cerpenku tidak selesai, aku akan galau terus dalam mengikuti mata kuliah. Aku mencari koran, berapapun tanggal terbitnya. Kutemukan satu dengan judul, “Setelah meninggal 3 tahun seorang laki-laki hidup kembali.”. Aku memodifikasi dan memberikan judul, “Ayah Meninggal Kembali.”. “Mudah-mudahan hari ini cerpenku bisa kelar.” Aku berharap penerbit bisa menerima cerpenku ini. Tak terasa, pukul 13.00 WIB. Aku belum sholat Dzuhur. Bergegas menuju masjid yang berada dalam kampus. Sepulang dari kampus aku langsung ke percetakan koran. Menyodorkan modifikasi pertamaku. Aku pulang dengan perasaan harap-harap cemas.



                Pulang tarawih di masjid dekat kontrakan, aku pun membaca koran-koran milik Zahra. Berharap ada berita yang dapat ku modifikasi. Mataku berhenti seketika melihat berita berjudul, “Seorang Wanita Melarikan Diri Melewati Jendela dari Lantai 15”. “Wwaah.. bisa ku modifikasi nih..” pikirku. Ku gunakan waktu 2 jam untuk menyelesaikan cerpenku itu. Pukul 22.25 WIB, cerpenku belum selesai. “Ini sih jadi cerbung kalau begini..” keluhku. Ya sudah, tidur terus besok dilanjutkan lagi. Sebelum tidur, aku tak lupa berdo’a di malam Ramadhan yang mubarok ini. Aku senantiasa berdo’a agar cerpen-cerpenku bisa dan mudah masuk media. Aku senantiasa berdo’a, agar aku dapat menjadi cerpenis yang tidak sekadar dapat mengarang cerita soal cinta, namun berita.

###
                2, 3, 4 hari aku menunggu kabar soal cerpenku. Hari ke-5, akhirnya cerpenku diterima juga. Dan aku pun juga menerima uangnya. Untuk bantu kuliah. Cerpenku yang berjudul Ayah Meninggal Kembali dimuat di koran Sinar Harapan. Cerpenku yang berjudul Wanita Berhati Belati dimuat di koran Suara Pembaruan. Tak lupa ku kabarkan pada Aida dan Zahra. “Aida, kini aku dapat memahami kata-katamu. Momen-momen terpenting, berita menjadi cerpen dan yang lain. Aida, Zahra, aku bisa .!” ku peluk erat mereka berdua. Ya Allah .. rencana-Mu memang indah. Aku yakin ketika Engkau menguji hamba-Mu , Engkau akan memberikan sesuatu yang lebih dari apa yang hamba-Mu harapkan. Ooh, Ramadhan. Ketika kau menjadi sebuah kenangan bagiku, ketika kau mengubah hidupku dan ketika semua do’aku terkabul. “Tulis rencanamu dalam kertas putih dengan sebuah pensil. Bayangkan ketika kertas putih adalah Bulan Ramadhan, pensil adalah do’amu. Namun, berikan penghapusnya kepada Allah. Karena Dia akan mengganti yang salah dengan sesuatu yang terbaik untukmu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar